PENDAHULUAN
Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia:
1. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
Tugas Perkembangan Lansia
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social/masyarakat secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.
KONSEP PANTI WERDHA
Tujuan dan Fungsi Pelayanan
Tujuan pedoman pelayanan ini adalah memberi arah dan memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan dan perawatan lanjut usia di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha), serta meningkatkan mutu pelayanan bagi lanjut usia. Tujuan pelayanannya adalah:
1. Terpenuhinya kebutuhan lansia yang mencakup biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
2. Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktifitas lansia.
3. Terwujudnya kesejahteraan sosial lansia yang diliputi rasa tenang, tenteram, bahagia, dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tugas pelayanan meliputi:
1.Memberi pelayanan sosial kepada lansia yang meliputi pemenuhan kebutuhan hidup, pembinaan fisik, mental, dan sosial, member pengetahuan serta bimbingan keterampilan dalam mengisi kehidupan yang bermakna.
2.Memberi pengertian kepada keluarga lanjut usia, masyarakat untuk mau dan mampu menerima, merawat, dan memenuhi kebutuhan lansia.
Fungsi pelayanan dapat berupa pusat pelayanan sosial lanjut usia, pusat informasi pelayanan sosial lanjut usia, pusat pengembangan pelayanan sosial lanjut usia, dan pusat pemberdayaan lanjut usia.
Sasaran pelayanan ini adalah lanjut usia potensial, yaitu lanjut usia yang berusia 60 tahhun ke atas, masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun ke atas, tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain, keluarga lanjut usia, masyarakat, kelompok, dan organisasi sosial.
Kebutuhan Lansia
Dengan memperhatikan keanekaragaman latar belakang boipsiko-sosial dan spiritual lanjut usia, kebutuhan dan tindakan dalam pelayanan untuk lanjut usia dapat diidentifikasi. Dalam tindakan ini, petugas berkewajiban memotivasi, mengarahkan, mengajarkan, dan membantu melaksanakan kegiatan lanjut usia.
1. Kebutuhan Biologis
a. Makan dan minum
b. Pakaian
c. Tempat tinggal
d. Olahraga
e. Istirahat/tidur
2. Kebutuhan Psikologis
a. Sering marah
b. Rasa aman dan tenang
c. Ketergantungan
d. Sedih dan kecewa
e. Kesepian
3. Kebutuhan Sosial
a. Aktifitas yang bermanfaat
b. Kesulitan menyesuaikan diri
c. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
d. Bersosialisasi dengan sesama lansia
e. Kunjungan keluarga
f. Rekreasi/hiburan (di dalam dan di luar panti)
g. Mengikuti pendidikan usia ketiga
h. Tabungan/simpanan bagi lansia yang berpenghasilan
4. Kebutuhan Spiritual
a. Bimbingan kerohanian
b. Akhir hayat yang bermartabat
Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti
Tujuan
Tujuan pembinaan kesehatan lansia dip anti meliputi tujuan umum dan khusus.
Tujuan Umum
Meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia dipanti agar mereka dapat hidup layak.
Tujuan khusus
1. Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dip anti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti.
2. Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dipanti dalam memelihara kesehatan diri sendiri.
3. Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan lansia dipanti.
Sasaran
Sasaran Umum
1. Pengelola dan petugas penghuni panti
2. Keluarga lansia
3. Masyarakat luas
4. Instansi dan organisasi terkait
Sasaran Khusus
Lansia penghuni panti
Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.
1. Upaya promotif
Upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat.
Kegiatan tersebut dapat berupa:
a. Penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini:
• Masalah gizi dan diet
• Perawatan dasar kesehatan
• Keperawatan kasus darurat
• Mengenal kasus gangguan jiwa
• Olahraga
• Teknik-teknik berkomunikasi
• Bimbingan rohani
b. Sarasehan, pembinaan mental dan ceramah keagamaan,
c. Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti
d. Rekreasi
e. Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti
f. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.
2. Upaya preventif
Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.
Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:
a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dip anti oleh petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodik atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.
b. Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.
c. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
d. Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing.
e. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya masing-masing.
f. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
g. Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.
h. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara optimal.
3. Upaya kuratif
Upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan.
Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:
a. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.
b. Pengobatan jalan di puskesmas.
c. Perawatan dietetic.
d. Perawatan kesehatan jiwa.
e. Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
f. Perawatan kesehatan mata.
g. Perawatan kesehatan melalui kegiatan di puskesmas.
h. Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan.
4. Upaya rehabilitative
Upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin.
Kegiatn ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (keterampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik.
Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).
Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan dip anti pada dasarnya memiliki sisi negative dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami.
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal dip anti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apapun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik daripada dip anti.
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (usless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.
10 kebutuhan lansia (10 needs of the elderly) menurut Darmojo (2001) adalah sebagai berikut:
1. Makanan cukup dan sehat (healty food)
2. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories)
3. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay)
4. Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities)
5. Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hukum (technical, judicial assistance)
6. Transportasi umum (facilities for public transportations)
7. Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations)
8. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic)
9. Rasa aman dan tentram (safety feeling)
10. Bantuan alat-alat pancaindra (other assistance/aids). Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of subside and facilities)
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Lansia
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh lansia berkaitan dengan perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik (maladaptif).
1. Perilaku yang kurang baik
a. Kurang berserah diri
b. Pemarah, merasa tidak puas, murung, dan putus asa
c. Sering menyendiri
d. Kurang melakukan aktivitas fisik/olahraga/kurang gerak
e. Makan tidak teratur dan kurang minum
f. Kebiasaan merokok dan meminum minuman keras
g. Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpa aturan
h. Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan
i. Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi
j. Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur
2. Perilaku yang baik
a. Mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa
b. Mau menerima keadaan, sabar dan optimis, serta meningkatkan rasa percaya diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
c. Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat
d. Melakukan olahraga ringan setiap hari
e. Makan dengan porsi sedikit tetapi sering, memilih makanan yang sesuai, serta banyak minum
f. Berhenti merokok dan meminum minuman keras
g. Minumlah obat sesuai anjuran dokter/petugas kesehatan
h. Mengembangkan hobi sesuai kemampuan
i. Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks
j. Memeriksakan kesehatan secara teratur
3. Manfaat perilaku yang baik
a. Lebih takwa dan tenang
b. Tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang
c. Keberdayaannya tetap diakui oleh keluarga dan masyarakat
d. Terhindar dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti jantung, paru-paru, diabetes, kanker, dan lain-lain
e. Mencegah keracunan obat dan efek samping lainnya
f. Mengurangi stress dan kecemasan
g. Hubungan harmonis tetap terpelihara
h. Gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin
Sifat Penyakit pada Lansia
Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini
1. Penyebab penyakit
Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakab sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan obat beranekaragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolahobat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hail ini menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya jika diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrigenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretic (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurunan tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek sampng obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat , ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.
4 Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.
Manajemen stress
Apa itu stress? Stress tidak lain dari suatu ancaman nyata atau dirasakan yang tertuju pada kondisi sik, emosi, dan sosial seseorang. Kesemuanya dapat menimbulkan stress. Telah banyak teori yang diajukan tentang stress ini, namun yang mengaitkannya dengan lansia dan penuaan hampir tidak ada (miller, 1995). Pengertian tentang stress perlu dikaitkan dengan koping. Jadi ringkasnya, bahwa:
1. Stress adalah kejadian eksternal serta situasi lingkungan yang membebani kemampuan adaptasi individu, terutama berupa beban emosional dan kejiwaan; sedangkan
2. Koping adalah cara berfikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau transaksi yang menyakitkan itu (stressor). Pembaca dapat merujuk pada teori-teori tentang stress antara lain sindrom adaptasi umum menurut selye (1956) serta jumlah pakar terkemuka mengenai stress ini. Berikut ini disajikan factor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia.
Tabel 1
Factor-faktor yang mempengaruhi koping lansia
faktor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia
Pengaruh dari berbagai pengalaman hidup beserta koping.
• Berbagai orang mamaknai pengalaman hidupnya secara unik
• Fakor waktu cukup berpengaruh, khususnya bila berbagai kejadianmenimpa dalam selang waktu yang singkat
• Bila suatu kejadian yang menimpa itu tidak diantisipasi sebelumnya
• Pengalaman pahit yang dialami sehari-hari memerlukan koping yang lebih besar ketimbang koping untuk suatu tragedy
Sumber-sumber koping:
• Bagi dewasa adalah aset/harta milik lansia
• Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stress Gaya koping:
• Hal ini lebih dipengaruhi oleh lsegi usia/kematangan
• Gaya koping yang pasif, yaitu yang lebih berfokus pada emosi dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang tak mungkin lagi di ubah
• Gaya koping yang aktif, yaitu yang lebih berfokus pada masalah dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang masihdapat di ubah
• Menurut banyak kalangan bahwa segi keagamaan dan aktivitas tertentu merupakan perilaku yang efektif
• Aktifitas yang bersifat menarik perhatian sangat membantu
Dalam penghujung usia, seseorang tentu saja telah mengalami kejadian-kejadian dengan resiko stroke yang tinggi, misalnya: penyakit akut atau kronis, pension, kematian kerabat, kesulitan keuangan atau perpindahan tempat domisili (lansia yang akan dimasukkan ke panti), serta masih banyak lagi. Walaupun mereka penyebab stress cukup beragam, namun dampak siologis pada umumnya berupa, yaitu dalam benyuk rangsangan saraf simpatis yang menyebabkan dikeluarkannya hormone-hormon dengan segenap akibat yang ditimbulkannya.
Stress yang berlangsung secara berkepanjangan bisa berakibat serius, termasuk kemungkinan munculnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit kanker, penyakit maag, sanpai pada kemungkinan penyakit kulit serta berbagai komplikasi lain, termasuk masalah sosial dan emosional, caranya seseorang lansia beradaptasi terhadap stress sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian serta strategi penyesuaian (koping) yang telah digunakan sepanjang hidupnya. Mencari teman serta menjaga persahabatan merupakan bentuk strategi yang penting. Persahabatan dapat member dukungan bagi lansia, terutama disaat stress meningkatkan rasa percaya diri untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi. Klien lansia harus diberanikan agar berespon terhadap stress dengan cara yang sehat. Salain itu perlu menjaga keseimbangan nutrisi, istirahat yang cukup, serta exercise. Juga dapat dipertimbangkan terapi relaksasi, sebagai contoh di Negara maju tak jarang orang melakukan yoga, meditasi, layihan relaksasi sampai pada melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan upaya mengatasi stress
Akhirnya, pada table 2 adalah strategi koping yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka tantangan yang dihadapi lansia.
Tabel 2
Strategi koping yang digunakan
Penyesuaian psikososial Strategi koping
• Stereoptip lansia
• Pension
• Pengurangan pendapatan
• Kemunduran kesehatan
• Keterbatasan fungsional (aktivitas sehari-hari)
• Kemunduran kognitif
• Kematian anggota keliarga
• Perpindahan hunian
• Tantangan kejiwaan lainnya • Peril dipertimbangkan identitas diri yang kuat percaya diri)
• Kembangkan keterampilan baru, gunakan waktu luang, berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang bermakana
• Manfaatkan fasilitas discount yang tersedia
• Gaya hidup sehat(gizi, olahraga, dan istirahat secukupnya)
• Penyesuaian diri terhadap longkungan dan jika perlu menggunakan alat bantu
• Memanfaatkan peluang pendidikan seperti grup diskusi, perpustakaan, dan hal-hal lain yang kreatif
• Boleh larut dalam kesedihan secukupnya, bila perlu memanfaatkan konseling, bina keakraban yang baru
• Di Negara maju, bagi para lansia tersedia berbagai pilihan hunian
• Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh stress, dan berpartisipasi dalam aktivitas kelompok.
Sumber: Miller 1995
ASKEP DEPRESI
Depresi adalah penyakit psikiatrik yang paling umum yang mempengaruhi lansia, namun sering kali penyakit ini jarang terdiagnosa dan tertangani pada kelompok usia ini. Istilah depresi digunakan unutk menggambarkan alam perasaan, gejala, atau penyakit. Meskipun insidennya tinggipada lansia, depresi tidak dianggap sebagai respon normal terhadap penuaan. Faktor-faktor fisik, hormonal, psikologis, dan social memainkan peranan penting terhadap terjadinya penyakit inni pada lansia.
Episode pertama gangguan depresi mayor pada individu di atas usia 50tahun biasanya memiliki penyebab medis khusus yang membutuhkan evaluasi diagnostik saksama. Sebagai contoh, penyakit Parkinsonsangat dikaitkan dengan depresikarena ketidakseimbangan dalam kimiawi otak yang menjadi penyebabnya. Infeksi saluran kemih sangat dikaitkan dengan depress i, karena infeksi ini dapat sering terjadi, yang menyebabkan pasien mengalami ketidaknyamanan karena seringnya berkemih, urgensi, dan dysuria. Beberapa obat nonpsikotropik dapat menyebabkan depresi sebagai efek yang merugikan, yang mencakup penyekat beta-adrenergik (seperti propranolol dan atenolol), metildopa, dan kortikosteroid. Stress juga dikaitkan dengan terjadinya depresi pada lansia.
Tanda dan gejala
Depresi mayor
1. Alam perasaan tertekan yang menetap
2. Penurunan minat atau kesenangan pada aktivitas harian
3. Gangguan tidur
4. Rasa bersalah yang tidak tepat
5. Kehilangan energy
6. Konsentrasi buruk
7. Perubahan selera makan
8. Retardasi psikomotor atau agitasi
9. Keinginan pasif kan kematian
10. Upaya bunuh diri
Depresi minor
1. Kehilangan ingatan jangka pendek
2. Iritabilitas
3. Rentang perhatian pendek
Pemikiran bunuh diri
1. Mengumpulkan obat dengan tiba-tiba
2. Memberikan barang-barang pribadinya pada orang lain
3. Komentar yang sangat sedih
Penanganan
Waspadai bahwa bunuh diri pada lansia adalah masalah yang serius. Jika pasien memperlihatkan tanda-tanda pemikiran bunuh diri, lakukan pengkajian dengan segera oleh professional kesehatan. Pengkajian yang saksama membantu menyingkirkan kemungkinan penyebab depresi yang mendasari, seperti reaksi merugikan dari obat-obatan, hipotiroidisme, dan gangguan lainnya. Depresi juga harus dibedakan dari demensia, meskipun demensia juga dapat menyertai depresi.
Penanganan awalnya terdiri dari terapi oleh pemberi perawatan kesehatan jiwa, yang dapat meresepkan obat-obatan antidepresi. Terapi obat dapat mencakup antidepresan trisiklik (Tricyclic atau doksepin, atau turunan dari TCA yang dikenal dengan amina sekunder, yang meliputi nortriptilin, protiptilin, dan desipramin. Amina sekunder tersebut memiliki lebihsedikit efek merugikan dibandingkan TCA dan lebih dipilih bagi lansia. Terapi elektrokonvulsif dapat dibutuhkan jika terapi obat gagal.
Diagnosa keperawatan utama dan kriteria hasil
1. Gangguan interaksi sosial yang berhubungan dengan perubahan proses piker
Kriteria hasil tindakan :
Pasien akan memperlihatkan keterampilan interaksi sosial baik dalam menghadapi satu orang maupun berkelompok.
2. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan depresi
Kriteria hasil tindakan :
Pasien akan mengidentifikasi sedikitnya dua mekanisme koping yang baru.
Intervensi keperawatan
1. Dorong pasien mengungkapkan perasaannya secara verbal.
2. Pantau kemungkinan pasien untuk bunuh diri.
3. Cari tahu kemampuan koping pasien yang berhasil digunakan di masa lalu.
4. Ungkapkan penguatan yang positif terhadap keterampilan koping pasien.
5. Berikan obat-obatan antidepresi, sesuai program, dan pantau efektivitasnya.
6. Rujuk pasien ke kelompok pendukung atau ahli konsultasi jika mungkin.
Penyuluhan pasien
1. Jelaskan status pemikiran pasien dalam keluarga.
2. Anjurkan pasien untuk mecoba latihan, sbagai cara alami untuk mengatasi depresi. Jelaskan bahwa latihan tersebut membantu mengganti deplesi kimiawi otak tertentu, seperti serotonin dan norepinefrin.
3. Ajarkan pasien mengenai depresinya. Tekankan bahwa ada metode yang efektif untuk meredakan gejalanya. Bantu pasien untuk mengenali persepsi yang terdistorsi dan menghubungkannya dengan depresi pasien. Ketika pasien belajar untuk mengenali pola pemikiran yang depresif, ia dapat secara sadar mulai mengganti pemikiran yang menguatkan diri.
4. Jika pasien telah diberi resep antidepresi, tekankan perlunya kepatuhan dan bahas reaksi yang merugikan. Untuk obat-obatan yang menghasilkan efek antikolinergik, seperti nortriptilin, anjurkan untuk mengunyah permen karet atau permen padat yang sedikit manis untuk mengurangi kekeringan pada mulut. Banyak antidepresan (seperti doksepin dan imipramin) merupakan sedative. Peringatkan pasien untuk menghindari aktifitas yang membutuhkan kesiagaan, mencakup mengendarai mobil dan mengoperasikan alat-alat mekanis.
5. Beri peringatan pada pasien yang meminum TCA untuk menghindari minum-minuman yang beralkohol atau memakai depresan system saraf pusat lainnya selama terapi.
PENYALAHGUNAAN DAN PENGGUNASALAHAN OBAT
Penyalahgunaan zat adalah masalah yang tersebar luas tetapi seringkali tersembunyi pada populasi lansia. Besarnya penyalahgunaan zat tidak diketahui karena lansia biasanya menyangkal dan pemberi asuhan seringkali gagal untuk mengenalinya. Meskipun demikian, penyalhgunaan zat cenderung meningkat seiring peningkatan jumlah lansia di Amerika Serikat.
Pada tahun 1979, penelitian yang dilakukan pemerintah federal membuat batasan penyalahgunaan obat sebagai “penggunaan setiap zat psikoaktif nonterapeutik, termasuk alcohol, dengan cara apa pun yang menibulkan efek merugikan pada beberapa aspek kehidupan penggunanya. Pola pemakaian dapat habitual atau kadang-kadang. Penggunanya mungkin mendapat zat tersebut dari resep yang legal, teman, preparat tanpa resep, atau koneksi illegal.”
Penggunasalahan obat, didefinisikan sebagai “penggunaan obat yang tidak tepat untuk tujuan terapeutik,” yang dapat mencakup pemberian resep secara tidak tepat untuk diri sendiri, meminum obat yang diresepkan untuk orang lain, atau gagal atau lupa meminum obat berdasarkan instruksi dokter (ketidakpatuhan).
Insiden ketergantungan obat pada lansia tidak terdokumentasi dengan baik seperti pada penyalahgunaan alkohol. Akan tetapi, kita mengetahui bahwa hanya sekitar 60% lansia yang meminum obat-obatan yang diresepkan untuk mereka secara benar dan sekitar 30% obat-obatan yang mereka minum adalah preparat tanpa resep.
Sangat sedikit lansia yang dilaporkan menggunakan zat-zat illegal (seperti ganja, heroin, kokain, atau LSD). Hal ini mungkin karena lansia sudah “terlalu tua” untuk memakai obat-obatan tersebut atau karena pecandu cenderung meninggal sebelum mencapai usia tua atau masalah tersebut mungkin jarang dilaporkan dengan adekuat karena lansia penyalahguna obat tidak menjalani pengobatan atau lolos dari kontak dengan penegak hokum. Penelitian menunjukkan bahwa lansia pria lebih cenderung menyalahgunakan zat-zat psikoaktif daripada wanita, kecuali obat-obatan psikotropik seperti haloperidol.
Informasi yang berlebihan, pengobatan mandiri, polifarmasi, dan kesalahan menafsirkan gejala adalah beberapa fakor dari banya banyak factor yang berperan pada penyalahgunaan atau penggunasalahan obat di kalangan lansia.
Faktor-faktor resiko penyalahgunaan obat pada lansia
Lansia dapat menjadi bergantung pada obat-obatan karena berbagai alas an. Perhatikan faktor-faktor resiko di bawah ini ketika mengakaji pasien apakah mengalami penyalahgunaan zat.
Faktor-faktor predisposisi
• Riwayat keluarga (penyalahgunaan alcohol)
• Penyalahgunaan zat sebelumnya
• Pola konsumsi zat sebelumnya (tunggal atau dengan yang lain)
• Sifat kepribadian (cemas, insomnia)
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan pajanan dan konsumsi zat
• Jenis kelamin (pria: alcohol dan obat-obatan terlarang; wanita: hipnotik-sedatif dan anxiolytic)
• Penyakit kronis dengan nyeri (analgesic opioid); insomnia (obat-obatan hipnotik); cemas (anxiolytic)
• Pemberian obat-obatan yang berlebihan “jika diperlukan” oleh pemberi asuhan, misalnya, obat tidur atau nyeri (lansia di panti jompo)
• Stressor hidup, kehilangan, dan isolasi sosial (alcohol digunakan untuk membuatnya mati rasa dan mengatasi nyeri emosional)
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efek dan kemungkinan penyalahgunaan zat
• Sensitivitas obat terkait usia (faktor farmakokinetik dan farmakodinamik)
• Penyakit medis kronis
• Obat-obatan lain (interaksi obat-alkoho atau obat-obat)
Daftar pustaka:
Strockslager, Jaime L. dan Liz Schaeffer. 2008. ASUHAN KEPERAWATAN GERIATRIK. Edisi ke-2. Jakarta:EGC
Maryam, R Siti.et al. 2008. MENGENAL USIA LANJUT DAN PERAWATANNYA. Jakarta:salemba medika
Nugroho, wahyudi. 2008. KEPERAWATAN GERONTIK & GERIATRIK. Jakarta: EGC
Pudjiastuti, Sri Ssurini dan Budi Utomo. 2003. FISIOTERAPI PADA LANSIA. Jakarta: EGC
Tamher, S. dan noorkasiani. 2009. KESEHATAN USIA LANJUT DENGAN PENDEKATAN ASUHAN KEPERAWATAN. Jakarta: salemba medika
rukunseniorliving.com Rumah Jompo
BalasHapus